Friday, July 12, 2019

ISTRI NABI NUH YANG DURHAKA




Nabi Nuh AS diutus Allah pada seribu kedua setelah turunnya Adam ke bumi. Ketika itu, kemaksiatan tersebar merajalela di kaum beliau. Mereka terang-terangan kafir, fasik, dan bermaksiat. Mereka melewati batas dan tersesat dengan kesesatan yang nyata.

Tidak ada nabi diantara para nabi yang mendapatkan perlakuan jahat dari kaumnya seperti yang dialami Nabi Nuh dari kaumnya. Mereka masuk ke rumah Nabi Nuh kemudian mereka mencekik beliau dan membiarkan beliau duduk dalam kesulitan. 

Mereka memukul beliau di tempat-tempat pertemuan dan mengusirnya. Tapi Nabi Nuh tidak membalas perlakuan kaumnya malah mendoakan “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak tahu. Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”

Jika salah seorang dari kaum Nabi Nuh telah dekat ajalya dan hendak meninggal dunia, ia berwasiat kepada anak-anak keturunannya dengan berkata,”Berhati-hatilah terhadap orang gila ini (Nabi Nuh), karena ayahku pernah berkata kepadaku bahwa kebinasaan manusia karena tangan orang ini.”

Lebih celaka lagi, istri Nabi Nuh sendiri bergabung kepada kaum pembangkang dan pendusta. Ia berjalan bersama rombongan orang-orang kafir. Istri Nabi Nuh bernama Wailah. Ada lagi yang mengatakan, namanya Walighah.

Jika salah seorang dari kaum Nabi Nuh beriman, bergabung ke dalam kafilah iman dan cahaya, istri Nabi Nuh pergi kepada tokoh kaumnya agar mereka menyiksa orang yang bersangkutan, melarang beriman, dan menyuruh keluar dari agama nabi Nuh.

Nabi Nuh AS hidup selama 950 tahun di kaumnya guna mengajak mereka kepada Allah SWT di setiap waktu. Zaman silih berganti namun mereka tetap tidak memenuhi ajakan beliau, hingga tiga zaman berlalu pada mereka tapi mereka tetap pada kemaksiatan.

Nabi Nuh mendapatkan pendustaan dan penolakan luar biasa dari kaum beliau, padahal beliau menggunakan berbagai sarana untuk mendakwahi mereka. Al Qur’an Al Karim menjelaskan bahwa Nabi Nuh hidup di kaumnya lama sekali sebagai dai, namun hanya sedikit yang merespon dakwah beliau.

Istri Nabi Nuh terlibat dalam kebohongan dan kedustaan kaumnya yang pembangkang dan kafir. Kendati Nabi Nuh telah mengancam istri dan kaum beliau dengan azab Allah.

Ia berkata pada suatu hari kepada Nabi Nuh AS yang sedang dalam perjalanan dakwah kepada Allah, “Hai Nuh, kenapa Tuhanmu tidak menolongmu?”

Nabi Nuh menjawab, “Ya, Tuhanku akan menolongku.”

Istri Nabi Nuh berkata dengan nada mengejek, “Kapan Tuhan menolongmu?”

Nabi Nuh menjawab, “Jika Tungku-tungku beterbangan.”

Istri Nabi Nuh langsung keluar menemui kaumnya dan berkata kepada mereka, “Hai kaumku, demi Allah. Nabi Nuh telah gila. Ia mengaku Tuhannya akan menolongnya ketika tungku-tungku berterbangan.”

Kontan, kaumnya meningkatkan penyiksaan terhadap Nabi Nuh, memukul, melukai, mempersempit ruang gerak beliau. Pada suatu hari, Ketika Nabi Nuh sedang sujud, tiba-tiba seseorang dari kaumnya melewati beliau dengan membawa cucu dipundaknya. 

Kakek tersebut menasehati cucunya, “Cucuku, orang tua pendusta inilah yang mengajak kita kepada menyembabh Tuhan yang tidak kita kenal dan memberi ancaman tanpa batas kepada kita, oleh karena itu, jauhilah dia, jika tidak, ia akan menyesatkanmu.”

Sang cucu berkata, “Jika orang ini dlam keadaan seperti itu, kenapa kalian membiarkannya hidup hingga sekarang?”
Sang kakek berkata, “Apa yang harus kita kerjakan terhadap dia?”
Sang cucu berkata, “Turunkanlah aku, nanti engkau melihat apa yang aku kerjakan terhadapnya.”

Sang kakek menurunkan cucunya yang kemudian cucu itu mengambil batu dan memukulkannya ke kepala Nabi Nuh hinggan terluka.

Nabi Nuh memulai pembuatan perahu dibawah perintah Allah ta’ala dan wahyu-Nya. Untuk itu, beliau membuat persiapan dan melaksanakan tugas Rabbaniyah. Istri Nabi Nuh melihat beliau mengangkut kayu-kayu dan membuat kayu-kayu tersebut menjadi perahu. Tapi pembuatan perahu tersebut tidak dekat denga laut atau sungai besar yang membuat istri nabi Nuh terheran-heran tidak mengerti.

Ia bertanya dengan bingung, “Hai Nuh, engkau akan membuat apa dengan kayu-kayu ini?”

Nabi Nuh menjawab, “Aku akan membuat perahu untuk menyelamatkan diriku dan orang-orang yang beriman kepadaku jika keputusan Allah datang.”

Istri nabi Nuh berkata dengan mengejek, “Mana air tempat berlayar perahumu? Aku pikir engkau telah gila atau mendaptkan kemarhan tuhan-tuhan. Apakah masuk akal perahu bisa jalan di tanah kering?”

Istri Nabi Nuh melanjutkan, “Disini tidak ada air. Engkau tidak bisa memindahkan perahu ini ke laut atau sungai besar.”

Kaumnya juga ikut menghina setiap kali melihat beliau menyelesaikan salah satu bagian dari pembuatan perahu.

Mereka berkata kepada beliau dengan mengejek dan tertawa-tawa, “Hai Nuh, setelah menjadi Nabi, engkau kini menjadi tukang kayu. Ini sesuatu yang sangat lucu.”

Mereka sangat keterlaluan dlaam melecehkan Nabi Nuh hingga mereka berkata, “Hai Nuh, jika engkau benar dalam dakwahmu, Tuhanmu yang pernah engkau jelaskan kepada kami dan engkau mengajak kami kepada-Nya pasti membantumu dalam pembuatan perahu ini dan tidak menyusahkanmu dengan usaha yang berat ini. Hai Nuh, tidakkah engkau lihat bahwa ini puncak kebodohan?”

Perahu selesai dibuat, tibalah keputusan Allah Ta’ala membuka pintu-pintu langit dengan air hujan deras, bumi memancarkan air dan tungku-tungku mulai berterbangan. Nabi Nuh bersama kaum mukminin naik ke perahu disertai pasangan setiap hewan.

Perahu Nabi Nuh meninggi diatas air, gelombang semakin tinggi menutup bumi. Bumi tidak terlihat selama banjir terjadi, karena air meninggi diatas puncak gunung yang tinggi menjulang.

Istri nabi Nuh tenggelam, krena ia tidak naik bersama kaum mukminin. Ia menduga rumahnya bisa melindunginya dari air banjir, tapi pad hari tersebut, tidak ada pelindung kecuali Allah Ta’ala.

Ketika Nabi Nuh melihat anak beliau, Kan’an didekat perahu karen amendengar seruan, beliau ingin menyelamatkannya dan berprasangka baik bahwa anaknya adalah seorang mukmin.

Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (Hud;42)

Sang anak berkata:
Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.” (Hud;43)

Nabi Nuh berkata kepada anaknya:
Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” (Hud;43)

Mereka yang berada diatas perahu dianatara ombak besar selamat. Selagi Allah menjanjikan mereka selamat, mak tidak ada ketakutan pada mereka dan mereka juga tidak bersedih hati.

Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Ath-Thalaq;3)  

No comments:

Post a Comment